Technology

3/Technology/post-list

Dipangku, Maka Mati; Menaklukkan Ujian dengan Penerimaan

Pandemi telah berlangsung sekitar dua tahun. Meskipun datangnya tak diantisipasi, pandemi nyatanya malah membuka banyak peluang bagi manusia modern. Memang situasi tidak mudah, tapi bukan berarti wabah datang tanpa berkah. Terbukti inovasi bidang kedokteran malah seolah menemukan momentum. Selain itu, orang dari seluruh dunia jadi bersatu melawan virus berbahaya dengan mengabaikan keyakinan dan suku bangsa.

Memang tak bisa dimungkiri menghadapi pandemi bukan perkara mudah. Pun keluar dari pandemi bisa jadi lebih sulit lagi, atau bahkan mustahil sebab kita konon dianjurkan untuk berdamai dengan pandemi mengingat virus ini tak bisa musnah sama sekali. Namun manusia dibekali dengan banyak peranti untuk bisa mengatasi berbagai situasi, mulai dari yang gampang hingga yang berpotensi bikin runyam. Ada akal dan budi sebagai bekal, ada  agama dan budaya yang menjadi tameng untuk mendobrak berbagai keterbatasan atau kebuntuan.

Dipangku, bakal mati: spirit orang Jawa

Salah satu cara menghadapi pandemi adalah dengan melirik semangat lokalitas yang tecermin dalam kekayaan bahasa daerah. Orang Jawa telah lama memanfaatkan bahasa mereka sebagai sumber pencerahan dan wawasan untuk menangkal atau berdamai dengan keadaan. Salah satu aturan mudah dalam penulisan aksara Jawa adalah pembubuhan huruf pagkon di akhir kalimat untuk mematikan fonem akhir.

Huruf pangkon menyerupai angka dua terbalik jika ditulis dengan tangan. Huruf ini selalu dipakai di akhir kalimat untuk menghentikan fonem menjadi tak berbunyi. Misalnya jika ada 'murah' di akhir kalimat, maka kita menulis mu-ra-ha dengan diikuti pangkon agar berbunyi murah yakni fonem ha di akhir jadi tidak berbunyi lagi. 


Menariknya, pangkon tidak boleh dipakai di tengah kalimat walaupun kata itu menghendaki fungsi yang sama, alias dimatikan. Misalnya "murah banget" tidak boleh pakai pangkon untuk mematikan ha, melainkan harus menggunakan sandangan huruf ba. Secar mendetail akan saya bahas pada kesempatan lainnya.

Sebagai gantinya, mari kita lihat contoh yang tertera pada gambar di atas. Ada frasa "sinau sing sregep" yang berarti 'belajar yang rajin'. Jika tak menggunakan huruf pangkon di akhir, maka kalimat itu akan berbunyi:


sinau sing sregepa


Karena mendapat hambatan dari huruf pangkon, maka pa menjadi p alias mati. Dari aturan inilah orang Jawa punya kepercayaan diri dan value untuk berdamai dengan keadaan sesulit apa pun, yaitu bahwa tantangan apa pun yang datang akan bisa ditaklukkan jika kita memangkunya. Memangku berarti menerima keadaan dan mencari solusi, bukan mengutuk apalagi saling menyalahkan.

Memangku masalah berarti mendudukkan masalah secara proporsional, bukan sibuk memikirkannya dengan perasaan kalut. Ketika masalah kita pangku, maka kita menerimanya sebagai bagian dari ujian dari Tuhan untuk menempa dan mendewasakan diri, agar kita bisa naik kelas lewat tantangan yang sebenarnya membawa peluang.

Tugas kitalah menemukan celah atau peluang itu, lalu mengubahkan menjadi hal positif untuk membuat hidup kita menjadi lebih baik. Alih-alih self-denial alias penyangkalan, bukanlah lebih menerima sehingga kita cepat mengupayakan jalan keluar sebuah masalah? 

Kondisi pascapandemi memang sangat menantang, terutama sektor ekonomi. Namun kini aktivitas ekonomi terlihat bergairah lagi. Pasar-pasar ramai meskipun daya beli belum sepenuhnya pulih. Malah di tengah ancaman resesi dunia, pasar properti tetap menunjukkan tren positif karena kebutuhan akan rumah atau apartemen masih tinggi.

Harapan kita bersama adalah pascapandemi segala sektor membaik, terutama masa depan negeri ini. Bekerja dan berkolaborasi adalah kunci, bukan melulu berkompetisi. Saatnya membangun dan membantu, bukan menjegal atau menyenggol bahu.

Share:

Hanjeli dan Kopi, Komoditas Alami Tingkatkan Kesejahteraan Petani

MENYEBUT SUMEDANG, sebagian besar kita mungkin segera membayangkan tahu lembut yang gurih setelah digoreng dan dimakan. Sebuah produsen tahu susu bakso yang cukup kondang di Jogja pun mengaku belajar soal pembuatan tahu yang bagus dari pembuat tahu di Sumedang. Namun mungkin tak banyak yang tahu bahwa kota asal ubi madu Cilembu ini juga punya potensi lokal yang bernilai tinggi yakni hanjeli (Coix lacryma-jobi).

Namanya boleh jadi masih terdengar asing di telinga kita karena tanaman ini belum banya dikembangkan sebagai komoditas lokal yang bisa dijual. Saat disebutkan, hanjeli malah mungkin mengingatkan pada salah satu protagonis dalam film India Kuch Kuch Kota Hai yang menuai sukses besar belasan tahun silam. Itu dulu, sebelum hanjeli diketahui punya potensi profit. Kini di Kecamatan Wado, Sumedang, hanjeli mulai diburu orang karena menjanjikan keuntungan.

Pengganti beras yang naik kelas

Adalah Koperasi Warga Tani (KWT) Pantastik di Desa Sukajadi Kabupaten Sumedang yang mengajak para petani setempat untuk mau bertani dan mengolah hasil tanaman hanjeli atau jelai atau enjelai. Hanjeli diketahui memiliki kandungan karbohidrat sebesar 76,4%, sedangkan beras sebesar 87.7%. Fakta ini menegaskan bahwa hanjeli bisa dimanfaatkan sebagai pengganti bahan pangan pokok seperti beras yang selama ini kita andalkan.

Indonesia sebenarnya kaya dengan sumber karbohidrat yang mungkin tak dimiliki negara lain. Sebut saja sagu, ganyong, gembili, sukun, porang, hingga jelai atau hanjeli. Selain memetik banyak khasiat antara lain mengontrol kadar gula, menetralkan radikal bebas, mempercepat proses penyembuhan luka, dan menurunkan berat badan, dengan mengonsumsi jelai berarti turut menjaga keragaman bahan pangan lokal kita. 

Dengan tekstur kenyal dan rasa seperti kacang, jelai memang mirip gandum yang banyak mengandung nutrisi sehingga disebut-sebut mampu menurunkan kadar kolesterol serta menyehatkan jantung. Tak heran dengan potensi manfaat sebanyak itu, sejak 2019 Dompet Dhuafa menjalin kerja sama dengan KWT Pantastik Desa Sukajadi dengan program bertajuk “Program Pengembangan Usaha Tanaman Pangan Lokal Hanjeli” di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang.

Pengolahan hanjeli atau jelai menjadi aneka produk siap santap yang bergizi.

Para petani mengolah hanjeli atau jali-jali menjadi beragam produk seperti nasi (pengganti beras), tepung, opak, kerupuk, teng-teng, rengginang, sereal, brownies, dan aneka cookies atau kue basah lainnya. Singkat kata, potensi ekonomi jelai sangat menjanjikan jika digarap dengan serius untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pemberdayaan lewat zakat

Bisa dibilang hanjeli adalah pengganti beras yang sedang naik kelas, karena mudah ditanam dengan potensi yang sangat menjanjikan. Pengembangan hanjeli atau jelai di Wado Sumedang adalah wujud nyata betapa dana zakat bisa dimanfaatkan untuk memberdayakan masyarakat. Dompet Dhuafa bukan hanya menyalurkan dana zakat, tetapi juga menyediakan pendampingan bagi KWT Pantastik, mulai dari memfasilitasi pelatihan olahan hanjeli, proses produksi, distribusi hingga pemasaran.

Pohon jelai (kiri) dan olahan jelai berbentuk bubur siap santap (kiri) [Foto: dompetdhuafa.org]

Biji jelai lebih kecil dibanding bulir beras, akan tetapi saat diolah rasanya menyerupai nasi. Jelai atau hanjeli lebih dahulu dikenal pada masyarakat Dayak yang mengolahnya menjadi nasi jelai, bubur, dan kue. Dengan dukungan budidaya, produksi, dan pemasaran yang memadai, kita optimistis potensi lokal ini mampu menyejahterakan petani.

Salah satunya Ibu Jojoh, petani binaan KWT Pantastik, yang berharap bisa meraup tambahan penghasilan sebagai berkal berangkat ke Tanah Suci. Melihat obsesi Bu Jojoh, kita bisa menyimpulkan betapa hanjeli membawa harapan baru bagi petani yang mungkin selama ini jauh dari kata sejahtera. Jelai atau hanjeli menjadi bibit kemakmuran yang bisa mereka panen kelak.

Bu Jojoh bermimpi bisa pergi haji berkat panen jelai atau hanjeli.

Bergeliatnya pasar hanjeli atau jelai atau jali-jali di Sumedang boleh jadi fenomena gunung es yang hanya menunjukkan bagian kecil saja. Para ahli bahkan menyebut Nusantara sebagai kawasan mega diversity karena Indonesia memiliki potensi lokal yang sangat kaya dan berlimpah sehingga tugas kita mengolah dan mengembangkannya secara produktif. Sentuhan zakat di Wado Sumedang terbukti mampu menyulap potensi lokal menjadi bisnis agroindustri yang mendatangkan keuntungan finansial demi mewujudkan kesejahteraan para mustahik.

Tukang angkut batu jadi petani kopi

Potensi lokal yang tak kalah fenomenal adalah kopi. Ya, siapa yang tak kenal biji ajaib ini. Kita tentu tak menampik adanya fakta bahwa sebuah ritel kopi raksa menguasai pangsa pasar yang besar di seluruh dunia. Kedai dan warung kopi terus bermunculan di berbagai sudut kota di Indonesia. Kopi tubruk atau kopi susu, sama-sama menjanjikan keuntungan yang nyata. Apalagi fenomena kehidupan serbadigital saat ini mendorong orang bekerja mobile di kafe-kafe yang kian membuat kopi menemukan momentum menjadi industri yang gurih ditekuni.

Di antara pelaku usaha itu, ada seorang petani bernama Samsinar. Sehari-hari ia bekerja sebagai pengangkut batu dan kayu bakar sementara sang suami berprofesi sebagai pedagang ayam. Demi memperbaiki kondisi ekonomi, pada tahun 2014 mereka pun memutuskan menjadi petani kopi. Langkah mereka rupanya tak mulus begitu saja. Mereka harus rela dicemooh oleh tetangga dan warga sekitar lantaran dianggap terlalu nekat membuka lahan seluas seperempat hektar untuk ditanami kopi.

"Hidup saja masih seperti itu (susah) tapi berani buka ladang kopi seluas itu. Pasti tidak akan sanggup." 

Namun Samsinar dan keluarga menanggapinya dengan berdoa agar usahanya berhasil sehingga akan ditiru oleh orang-orang di sekitar. Ia setulusnya berharap agar warga setempat yang hidupnya dulu susah menjadi sejahtera berkat tanaman kopi yang akan mereka tanam.  

Begitulah, ia dan suaminya terus giat menggarap lahan dan merawat kopi mereka di Nagari Sirukam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat yang memang memiliki menyimpan potensi alam berlimpah. Salah satunya kopi Arabica Solok yang ternyata mampu menjadi komoditas unggulan dengan peminat yang selalu mengincarnya. Ia dan suami bertekad untuk menangkap peluang itu dengan terus mengembangkan usaha meskipun belum banyak masyarakat sekitar akan potensi tersebut.

Gayung pun bersambut ketika tahun 2019 Dompet Dhuafa dengan dukungan penuh dari para donatur menggulirkan program pemberdayaan untuk Kelompok Tani Sirubuih Indah Nan Jaya yang beranggotakan 25 orang. Samsinar dan suaminya beruntung menjadi salah satu penerima manfaat program tersebut. Fasilitas yang diberikan mulai dari penyediaan bibit kopi hingga tempat pengolahan pascapanen. Para petani yang tergabung juga mendapat pendampingan, pembinaan, pemasaran, hingga pengolahan limbah menjadi pupuk kompos.

30 ton kopi per bulan untuk dieskpor

Buah kerja keras mereka pun terbayar dengan kegembiraan luar biasa. Lahan yaang dikelola Samsinar kini mencapai 2,5 hektar yang semula hanya 0,25 hektar. Dengan total 2.500 batang kopi, setiap 15 hari mereka mampu memanen rata-rata 200-300 kg. Untuk pemasaran, mereka tak perlu risau sebab Pasar Koperasi Solok Radjo bisa menampung sekitar 30 ton per bulan untuk diekspor ke sejumlah negara asing seperti Jepang, Amerika, dan Thailand.

Dari Samsinar dan Bu Jojoh kita belajar tentang arti impian dan keuletan. Setiap pilihan mengandung pilihan, termasuk dicemooh orang yang belum bisa membaca peluang. Kisah mereka juga menunjukkan pentingnya optimisme, bahwa dana zakat yang terkumpul bisa dikelola dan didistribusikan untuk memberdayakan masyarakat. 

Zakat bukan melulu menjadi dana yang habis sekali pakai, tetapi menjadi modal produktif untuk membantu program pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan. Sebagaimana telah terbukti di Wado Sumedang dan Nagari Sirukam, zakat bisa mendorong peningkatan ekonomi khazanah lokal menjadi produk yang menguntungkan sehingga kebahagiaan bisa menular lewat manfaat luas baik bagi muzakki maupun mustahik.

Nah, sobat doers, sekarang kalau mendengar lagu "Si Jali-jali" khas Betawi, jangan cuma ingat kerak telor ya. Jangan lupakan jelai atau hanjeli yang kaya manfaat dan potensi ekonomi sebagaimana disebutkan dalam lagu bahwa jali-jali memang enak sekali, bisa bikin senang hati. Apalagi ditambah secangkir kopi, aduhai sedap sekali.  

Share:

Semangat Berbagi dan Merajut Mimpi, Belajar dari Kisah Inspiratif Kiki Handriyani

Perawakannya kecil dan gerakannya gesit. Pembawaannya sangat cair, begitu ramah pada siapa saja, termasuk kenalan baru. Yang tak kalah menarik adalah semangat belajarnya yang tinggi dengan nyala optimisme yang seolah enggan redup. Itulah yang saya tangkap dari sosok Kiki Handriyani. Perempuan energik yang mengidolakan ibunya ini memang luar biasa. Saya kali pertama mengenalnya pada sebuah perhelatan bertajuk Amazing Petung National Explore (APNE) di Pekalongan tahun 2017.

Dari perkenalan itu persahabatan kami terjalin melalui media sosial dan semakin intens lantaran kami sama-sama bergiat di komunitas sosial meskipun berbeda kota. Sesekali kami mengobrol singkat melalui WhatsApp, baik secara pribadi maupun lewat grup. Di sisi lain saya terus mengamati aktivitasnya melalui media sosial, terutama Facebook. Termasuk aktivitas putri sulungnya yang jago membuat komik manga, tak jauh berbeda dari Rumi Bumi yang suka menggambar komik.


Tak lulus kuliah, tapi terus berkarya

Mengikuti aktivitas perempuan kelahiran Cilacap 11 Maret 1978 ini membuat saya tergerak untuk menuliskan kisahnya. Bagi banyak orang mungkin sosoknya terkesan biasa, mungkin anonim di antara deretan pesohor atau orang-orang keren yang sempat viral. Namun spirit blog ini, sebagaimana tecermin dalam namanya, HUDU, adalah mengangkat dan menyebarkan kisah sederhana tentang mereka yang berani beraksi (WHO DO) di sekitar kita tanpa basa-basi tetapi tidak terdeteksi. 

Kegigihan Kiki jelas tak terjadi begitu saja, melainkan dibentuk oleh tempaan nasib dan problema hidup yang membuatnya memetik pengalaman yang solid. Sempat kuliah hingga semester 3 di STMIK SWADHARMA Jakarta, selepas SMA ia ternyata langsung melamar di Wardah Cosmetics sebagai sales canvasser dan bertahan hingga 1 tahun. Bekerja sebagai tenaga sales menjadi pelajaran hidup yang sangat berharga karena sifat minder dan tertutupnya perlahan terkikis seiring makin intensnya ia berinteraksi dengan banyak orang. Gadis yang semula pemalu dan enggan berbicara pun akhirnya menjadi pribadi yang berani dan mulai belajar untuk membuka diri. 

Tak berhenti di situ, semangat bekerja dan belajar Kiki pun terus membuncah ketika ia bekerja sebagai tenaga sales perabotan rumah tangga. Pekerjaan ini menuntutnya menyambangi calon pembeli untuk menawarkan produk secara door to door. Persentuhannya dengan masyarakat menengah ke bawah membuatnya memahami daya beli dan karakteristik mereka. 

Mendirikan komunitas bloger dan menerbitkan novel

Akumulasi pengalaman itu menjadi bekal berharga saat ia mendirikan BloMil alias Blogger Mungil, sebuah komunitas bloger di Jakarta di mana ia berperan sebagai founder sekaligus humas dan marketing. Di sela kesibukannya yang padat, ia masih aktif sebagai content writer untuk klien yang membutuhkan. Bahkan seolah energinya tak pernah habis, ia juga menjadi tim medsos salah satu anggota partai (yang khusus meliput untuk konten Youtube), serta kepala tim admin yang mengelola semua media sosial salah satu organisasi. Saya langsung bisa membayangkan rasa lelahnya.

Namun lelah sepertinya terlalu berlebihan bagi seorang Kiki Handriyani. Dia masih sempat menjadi penulis buku (saat ini sedang menulis dua buku, satu bergenre self help dan satu lagi adalah novel keduanya). Inilah salah satu impian yang ingin ia wujudkan sehingga tahun 2009 dia memutuskan keluar dari Hilly Dental Salon, sebuah klinik gigi kelas atas dengan pasien kalangan pejabat, ekspatriat, dan artis. Bukan hanya tentang kedokteran gigi, HDS juga mengajarkannya tentang cara berkomunikasi dengan kalangan atas, bagaimana menjalankan bisnis, bagaimana menghadapi konsumen dengan berbagai karakter, dan ilmu marketing serta kehumasan. 

Azzam, salah satu murid berkebutuhan khusus yang belajar penulisan dari Kiki

Demi membagikan ilmu penulisan, Kiki kini mengajar kelas privat menulis untuk anak Asperger Syndrome yang saat ini sedang berproses untuk melahirkan naskah buku solo. Selain itu, ia masih meluangkan waktu untuk mengajar fotografi secara privat dan menulis untuk tim Aleena Spa. Ia tak berhenti berkarya apalagi sejak tahun 2009 bergabung sebagai anggota dan akhirnya dipercaya menjadi pengurus pusat IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis), menjadi asisten pribadi penulis Indari Mastuti (ketika founder IIDN ini sedang bertugas ke Jakarta). Puncaknya, tahun 2010 lahirlah sebuah buku novel dari tangannya, menyusul enam antologi bersama IIDN. 

Bangkit dari perceraian dan bangun jaringan

Dia menuturkan BloMil sebenarnya didirikan tanpa kesengajaan. Ketika bercerai awal 2015, dia sedang tak punya pekerjaan, hanya mengurus keluarga dan mengelola toko kecil yang menjual buku secara online. Satu-satunya pemasukan yang pasti setiap bulan adalah gaji sebagai aspri Indari Mastuti. Dia kemudian berkesempatan mengenal teman-teman media online. Diajak masuk grup dan mendapat info undangan acara, ia pun mulai memberanikan diri datang ke acara dengan memegang ID pers TabloidSelebrita.com. Saat itu liputannya lebih banyak tentang film dan lifestyle

Perkenalannya dengan banyak orang yang berbeda lingkaran, terutama media dan blogging, seolah menjadi obat setelah ia mengalami perceraian. Dia mengakui perceraian memang salah satu titik terberat dalam hidupnya setelah masalah demi masalah bertahun-tahun dipendam dan memuncak tak terkendali. Bagi seorang istri dan perempuan dengan dua putri yang tidak bekerja dan tidak pula punya tabungan, ditambah utang di mana-mana, perpisahan tentu saja menjadi pukulan berat. 

Namun ia tak membiarkan dirinya larut dalam kemelut. Ia sadar harus bangkit untuk menyelamatkan dirinya dan terutama kedua buah hati tercinta. Mental yang bertahun-tahun downditambah nama baik yang tercoreng akibat permasalahan keluarga yang seolah tak ada habisnyamembuat hidupnya terasa semakin berat. Sempat tebersit untuk lari dan berteriak atas ketidakadilan yang menimpanya. Namun sekali lagi ia tersadar bahwa ia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik sebab ia meyakini sebagai pribadi yang berharga. 

Saya sadar, kalau seorang ibu tidak bahagia maka dia tidak akan mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. (Saya) mohon ampun di sepertiga malam pada Allah karena saya harus mengambil keputusan terberat sepanjang hidup.

Tiga bulan berlalu, Kiki pun bisa sedikit move on dan mulai bergerak mencari jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Dari pengalaman pahit itu ia memetik pelajaran penting bahwa tidak ada siapa pun yang bisa ia andalkan kecuali Allah dan ikhtiarnya sendiri. Dia lantas membenahi diri, menguatkan iman dan mental, mulai belajar mengikis trauma, dan memperbanyak pikiran positif. Mulai membuka diri dan membangun jaringan dengan mendatangi acara-acara media dan blogger sambil membagikan kartu nama. Ia yakin sebuah kartu nama sangat penting karena akan berpengaruh besar pada branding yang ingin ia bangun. 


Tentang Nilacare dan kekuatan berbagi

Melakoni peran sebagai jurnalis dan founder komunitas bloger secara bersamaan, Kiki mengaku harus jungkir balik untuk belajar manajemen, marketing, dan kemhumasan. Dengan tagline #SejutaSemangat dan keinginan untuk membuat keluarga tidak kelaparan, perempuan yang hobi membaca, mendengarkan musik, dan fotografi ini terus bergerak di lapangan, membaca buku, dan memantau berita/informasi di media sosial seperti orang kesetanan, siang malam belajar, berangkat pagi pulang malam liputan demi membangun jejaring. 

Berkat buku, masalah hidupnya menjadi lebih mudah diatasi karena pikiran-pikiran positif saja yang ada di kepala. Berbekal nekat dan modal senang belajar, Blomil pun mulai dikenal dan mendapat klien-klien dari instansi (Perpusnas), perusahaan baja ringan, Serikat Pekerja, dan dari kalangan politik (dengan tetap mengusung misi dan konten literasi).

Pengalaman berjejaring dan berinteraksi dengan banyak kalangan membuat Kiki menemukan arti sinergi dan berbagi. Dari sanalah tercetus Nilacare, gerakan sosial yang salah satunya membagikan nasi kotak kepada para pemulung setiap hari Jumat. Adalah adiknya Riti Nilawati yang semula mengusulkan agar mereka memasak dan membagikan nasi kepada pemulung. Berbekal uang seadanya, mereka pun memasak nasi dan lauk untuk dibagikan di bilangan Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Berkat publikasi di Facebook, langkah kecil bersama keluarganya ternyata menggerakkan hati teman-temannya di Facebook untuk ikut menjadi donatur.  

Selain membagikan nasi siap santap setiap Jumat, tak jarang Nilacare juga membagikan pakaian, jilbab, sepatu, dan barang apa pun yang dimanahkan oleh donatur. Lalu ada program #AnakAsuh yang memungkinkan Nilacare membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu agar bisa terus mengenyam pendidikan. Nilacare berusaha mencarikan orangtua asuh yang bersedia membayar uang pangkal dan SPP selama anak belajar, mengawasi perkembangan anak asuh, dan berkomunikasi dengan orangtua asuh terkait perkembangan belajar mereka.  

Nilacare saat membagikan nasi di lapangan (tampak salah seorang putri Mbak Kiki ikut berkegiatan.)

Dalam Nilacare Kiki boleh dibilang menyandang banyak peran, mulai dari founder, seksi humas, hingga seksi dokumentasi. Adapun tim dapur diisi oleh sang ibu dan beberapa tetangga yang diberdayakan. Sedangkan relawan yang turun ke jalan, ada tetangga yang usianya lebih muda. Ia sengaja melibatkan anak muda (termasuk kedua putrinya) guna menularkan semangat berbagi kepada mereka sekaligus membantunya secara fisik di lapangan karena mereka lebih sigap dan kuat. Maklumlah karena sejak tahun 2015 hingga kini distribusi bantuan Nilacare masih mengandalkan motor yang serbaterbatas.

Ke depan ia berharap Nilacare dapat semakin berkembang dengan sumber pendanaan yang kuat agar bisa melebarkan sayap dan menjadi rumah bagi lebih banyak orang-orang yang membutuhkan. Siapa tahu di antara pembaca blog HUDU ada yang punya keluangan rezeki dan bisa ikut menopang baik dengan donasi ataupun dukungan transportasiatau sekurang-kurangnya bantuan publikasi, silakan berpartisipasi.

Membangun mimpi lewat Hanana Litegrafi 

Mungkin karena berbagi dan kepeduliannya pada sesama yang begitu tinggi, belum lama ini Kiki pun mendapatkan kejutan yang menyenangkan hati. Dia mengatakan sudah tiga tahun punya impian memiliki usaha sendiri yang berbadan hukum agar semakin mudah menjalin kerja sama dengan instansi atau brand yang sesuai. Blomil pernah hampir mendapatkan job tetapi urung terlaksana karena terkendala legalitas usaha. 

Ia mengaku masih terkaget-kaget lantaran impiannya punya perusahaan sendiri bisa terwujud lebih cepat. Beberapa bulan menjelang akhir tahun 2020, dia mendapat hadiah dari seorang kawan untuk mendirikan perusahaan tersebut. Teman itu menyerahkan sepenuhnya pendirian perusahaan kepada Kiki sebagai hibah. Meski kaget, bingung, dan takjub seolah mimpi, dengan mengucap bismillah ia pun mengurus perizinan perusahaan tersebut.

Saat saya tanya apa yang ingin diraih perusahaan baru tersebut, ia tak memungkiri ingin meningkatkan ekonomi dengan cara mendapat proyek sebanyak-banyaknya. Dengan banyaknya proyek yang didapat, perusahaan akan bisa tumbuh dan berkembang sehingga mampu membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja, tentunya dengan tetap membawa misi literasi dalam bisnis. 

Dengan kantor di wilayah bisnis Jakarta Pusat, kami yakin bahwa perlahan tapi pasti kami bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan harapan. Karena kami pun harus banyak belajar bagaimana menjadi pebisnis tangguh di tengah persaingan yang ketat, tetapi tidak melupakan misi literasi yang menjadi dasar perusahaan.

Lewat Hanana Litegrafi Indonesia, juga Nilacare, Kiki berharap bisa membangun mimpi dengan terus belajar dan bersinergi agar perusahaan ini berkembang menjadi salah satu perusahaan berbasis literasi, yang akan menjadi salah satu contoh perusahaan di bidang literasi yang profesional. Bukan hanya berorientasi pada keuntungan ekonomi, tetapi juga memberdayakan tenaga-tenaga kreatifterutama dari kalangan yang kurang beruntungagar bisa bertumbuh bersama demi kemajuan bangsa. 

Untuk itu, ia bermimpi usaha tersebut bisa memiliki gedung tiga lantai. Lantai pertama bisa digunakan sebagai toko buku yang dilengkapi dengan sudut ruangan untuk acara bedah buku dan acara lainnya. Lantai kedua dipakai sebagai kafe di mana pengunjung bisa bekerja dan membaca sambil menikmati sajian kafe mini, sedangkan lantai ketiga difungsikan sebagai kantor sekaligus perpustakaan kerja pribadi. 

Tetap optimistis untuk mewujudkan mimpi dan terus berbagi

Boleh jadi impian itu kini terdengar mustahil mengingat kondisinya yang belum berlimpahan materi. Namun ia yakin sepenuhnya bahwa Allah akan membuka jalan baginya untuk dapat mewujudkan impian itu selama ia mau belajar, bekerja keras, dan tak berhenti dalam berbagi. Lebih-lebih untuk mewujudkan rumah (yang dibeli secara tunai tanpa kredit) untuk tempat tinggal dirinya, ibu dan anak-anak tercinta bisa bernaung dan menghabiskan usia, sambil terus berkarya.

Dari Kiki Handriyani kita belajar tentang semangat untuk bangkit dari keterpurukan dan membangun mimpi dengan terus berbagi tanpa harus menunggu limpahan materi. Dari sepenggal kisah hidupnya kita bisa memetik hikmah bahwa jalan keluar ada asalkan kita mau mencoba dan tak segan belajar untuk meng-upgrade kemampuan diri. Buka diri, bangun jaringan, ulurkan tangan, dan manfaatkan peluanglalu nantikan keajaiban! 

Share:

JX Indonesia, Teman Online Seller untuk Sukses Usaha

“Kak, berat totalnya bisa diubah jadi satu kg? Agar ongkirnya murah.” Begitu bunyi pesan yang masuk dalam inbox marketplace tempat saya berjualan. Calon pembeli ini berminat membeli beberapa buku yang saya jual tetapi merasa terbebani dengan ongkos kirim yang cukup besar karena masuk dua kilogram. Saya lantas menimbang ulang buku-buku yang dia incar dan ternyata bisa dipadatkan jadi satu kilogram.

Singkat kata, transaksinya berhasil dan paket buku pun terkirim ke alamatnya dengan sukses. Namun, dari pengalaman itu saya kembali memikirkan biaya ekspedisi yang selama ini memang menjadi pertimbangan penting saat pembeli akan bertransaksi. Saya pribadi pun akan mengintip ongkir terlebih dahulu sebelum melakukan pembelian di marketplace mana pun. Pernah suatu kali sudah cocok dengan suatu barang, tapi batal saya beli lantaran ongkir yang melebihi harga pesanan.

Dengan meningkatnya tren pembelian secara online, apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, memilih jasa ekspedisi yang tepat adalah solusi untuk mendongkrak penjualan. Bukankah sangat sayang jika produk kita bagus dan disukai konsumen tapi gagal menyambangi mereka hanya karena faktor ongkir yang memberatkan?

Teman online seller dukung UKM dan UMKM

Selain biaya pengiriman, sebagai penjual kita juga mesti selektif dalam menentukan ekspedisi yang andal, yaitu jasa pengiriman yang bisa memastikan barang sampai ke tujuan sesuai estimasi waktu dalam kondisi sebagaimana saat dikirimkan. Dari sinilah saya mengenal JX Indonesia sebagai teman online seller untuk mendongkrak kesuksesan usaha.

Jualan buku dan kopi lewat Instagram atau marketplace Facebook menuntut layanan ekspedisi yang bisa diandalkan. Jangan sampai barang yang kita kirimkan tersesat entah di mana yang berdampak pada nama baik kita sebagai seller. Harap maklum, karena online selling memang mengandalkan kepercayaan. Kecuali jika bertransaksi di marketplace yang sudah mapan dan menyediakan opsi solusi jika terjadi masalah di jalan.

Asyiknya, JX Indonesia hadir dengan menawarkan tiga servis utama, yakni Regular, COD (Cash on Delivery), dan CSOD (Card Swipe on Delivery). Kalau pengiriman reguler pasti sudah akrab, yaitu ketika barang dikirim dari satu tempat ke tempat lain dalam jarak yang cukup jauh melalui perjalanan darat atau udara. Pembeli harus membayar lewat transfer bank atau pembayaran digital dan sabar menanti selama 2-3 hari untuk bisa menerima barang pesanan.

Sedangkan COD, sesuai namanya, adalah sistem di mana pembeli baru membayar (Cash) begitu ia menerima barang (on Delivery). Sebelumnya transaksi COD dilakukan langsung oleh pembeli dan penjual di tempat yang disepakati. Saya pun pernah mengalaminya dan segera menyadari kekurangan cara ini karena penjual jadi boros waktu saat menunggu pembeli, belum kalau pembeli tak jadi datang. Sangat merugikan: rugi waktu, tenaga, dan biaya.

Kenapa pilih COD

Syukurlah kini COD semakin mudah berkat kehadiran kurir dari jasa ekspedisi sebagai perantara antara penjual dan pembeli. Cara COD pada masa kini terbilang banyak manfaatnya dan sangat positif untuk mendukung keberlangsungan UKM dan UMKM yang menjual produk mereka secara online.

1 | Lebih aman

Bagi pembeli, COD adalah cara praktis untuk melindungi uangnya dari transaksi yang mungkin diliputi penipuan. Pernah misalnya ada pembeli yang menerima kabel bekas dan serpihan kertas padahal ia memesan smartphone. Ini terjadi akibat tak dilakukan COD. Dengan cara COD, uang pembeli tak akan berpindah tangan sebelum barang diterima.

2 | Lebih cepat sampai

Keuntungan lain transaksi secara COD adalah barang pesanan cepat sampai di tangan pembeli. Banyak kasus ketika seseorang membutuhkan suatu barang dengan cepat karena harus menuntaskan pekerjaan. Sebut saja mouse laptop yang rusak dan harus segera diganti lantara saya sedang dikejar deadline. Maka kecepatan barang sampai sangat menguntungkan pembeli, dan itu dimungkinkan berkat COD.

COD juga menguntungkan penjual karena uang lebih cepat diterima. Pengusaha skala kecil seperti UKM dan UMKM akan sangat terbantu dengan COD sebab modal cepat kembali dan langsung diputar untuk pengadaan barang baru. Bayangkan jika pakai sistem pengiriman berhari-hari, tentunya uang seolah menggantung di jalan. Apalagi kalau terjadi kerusakan dan nilai barang cukup besar.

3 | Membangun kepercayaan pembeli

Alasan kenapa COD masih diminati oleh para pebisnis online adalah karena sistem bayar dan terima barang di tempat mampu membangun kepercayaan pembeli terhadap kredibilitas penjual. Pembeli bisa menguji apakah produk benar-benar ada jika penjual berani melakukan transaksi secara COD.

COD memberi kepastian bahwa toko online kita benar-benar eksis, bukan toko kaleng-kaleng yang hanya menjual janji dan mungkin saja malah menipu. Dengan cara seperti ini penjualan bisa meningkat karena pembeli sudah percaya pada produk dan bisnis kita. Tak heran jika pembeli melakukan repeat order atau merekomendasikan produk kita kepada teman atau kerabat mereka.

4 | Kemudahan pembayaran

Ini kasus yang sering terjadi di daerah. Di kota kecil kami transaksi secara COD masih menjadi primadona karena beberapa alasan di atas, juga karena alasan keempat ini. Ya, rata-rata mereka lebih senang memegang uang tunai ketimbang secara digital karena dirasa lebih cepat. Mohon maklum, jumlah ATM tak sebanyak di kota besar jadi untuk melakukan transfer butuh waktu dan tenaga. Belum kalau mengantre.

Maka COD adalah solusi yang memudahkan pembeli sebab mereka bisa membayar setidaknya dengan dua cara. Pertama, membayar dengan uang cash ketika kurir datang membawa barang. Uang diserahkan, barang diterima. Beres kan? Kedua, pembeli bisa membayar lewat CSOD atau Card Swipe on Delivery. Cara ini memungkinkan pembeli menggesek kartu kredit atau kartu debit pada mesin EDC yang dibawa oleh kurir. Bahkan lebih praktis karena nominal lebih presisi dan kurir tidak perlu menyiapkan kembalian jika pembeli tak punya uang pas.

Dengan berbagai keunggulan transaksi secara COD, sudah saatnya kita memilih ekspedisi yang menawarkan layanan COD dan CSOD dengan beberapa syarat: pencairan uang lancar, biaya murah, dan uang pembayaran dari pembeli dipastikan aman. Itulah yang membuat JX Indonesia unggul, dengan layanan pengiriman ke lebih dari 3.000 kecamatan di seluruh Indonesia dengan metode pembayaran COD. 


Promo #Serba6Ribu JX Indonesia bikin online seller makin gembira

Sudah banyak online seller yang bergabung dengan JX karena mereka merasakan kemudahan dan kenyamanan COD yang memanjakan para pelanggan. Secara tak langsung, COD berarti turut mendongkrak omzet penjualan karena selain aman, COD juga menawarkan cara pembayaran yang solutif. Maka saya tak ingin ketinggalan dong, segera saya daftarkan online shop yang saya kelola yakni Saung Rumi agar mendapatkan berbagai keunggulan yang ditawarkan.

Proses pendaftaran berjalan cepat, cukup saya lakukan secara online lewat website resmi JX Indonesia. Selanjutnya tim JX mengontak saya melalui WhatsApp untuk mengkonfirmasi dan menindaklanjuti pendaftaran. Saya begitu bersemangat karena melihat prospek dari kerja sama ini. Yang paling menggiurkan saat ini tentu saja Promo #SERBU atau #Serab6Ribu yang sangat bila dilewatkan.

#SERBU adalah singkatan dari #Serba6Ribu yang memberi kemudahan bagi online seller karena ongkir hanya sebesar enam ribu rupiah untuk satu kilogram paket. Caranya gampang, tinggal daftar sebagai partner seperti saya, nanti kita akan dibantu untuk bisa menikmati fasilitas ini sampai akhir Maret 2021. Yap, promo ongkir #SERBU ini berlangsung selama tiga bulan sejak 1 Januari sampai 31 Maret 2021. Jangan sampai melewatkan kesempatan emas ini, teman-teman.

Langsung saja melakukan registrasi dengan mengunjungi www.j-express.id/business-register karena kesempatan meraup untung dan memanjakan konsumen masih terbuka lebar. Dalam promo #SERBU ini kita bisa menikmati layanan COD, CSOD, dan free pick-up tanpa minimum jumlah paket. Betul, kalau sudah jadi member, kita bisa meminta paket dijemput walau cuma satu misalnya. Dan asyiknya kita tidak akan dikenakan biaya tambahan lagi.


Untuk area coverage pick-up dan delivery JX Indonesia untuk promo #SERBU adalah sebagai berikut.

     Origin Jawa – tujuan Jawa

     Origin Sumatera Utara – tujuan Sumatera Utara

     Origin Kalimantan Barat – tujuan Kalimantan Barat

     Origin Kalimantan Timur – tujuan Kalimantan Timur

     Origin Makassar – tujuan Makassar

     Origin Padang – tujuan Padang

     Origin Pekanbaru – tujuan Pekanbaru

     Origin Palembang – tujuan Palembang

Di luar coverage area di atas, maka berlaku harga normal, jadi segerakan ya mumpung masih dalam masa promosi yang menggiurkan. Namun, ingat promo ini hanya bisa dipakai untuk paket berukuran reguler, bukan big item (maksimum 10 kg, baik berat aktual maupun berat dimensi – P 39 cm x L 39 cm x T 39 cm).

Catatan lainnya adalah jenis barang yang dikirim bukan termasuk kategori makanan, minuman, frozen food, tanaman hias, binatang peliharaan, barang pecah belah, atau produk yang dilarang dikirimkan sesuai peraturan pemerintah. Kalau saya sih kirim bubuk kopi dan buku, amanlah. Baik seller baru maupun seller lama bisa menikmatinya.

Promo #SERBU keren ini tidak bisa digabungkan dengan promo atau diskon lainnya ya gengs, jadi segera perbanyak pesanan online agar keuntungan semakin besar kita raup. Untuk S&K promo #SERBU bisa kalian lihat di https://bit.ly/ongkir6ribu atau kulik saja update-nya di akun Instagram dan Facebook JX Indonesia.

Pakai JX Indonesia, yuk!

Dengan membaca keseluruhan tulisan, saya yakin teman-teman bisa menyimpulkan bahwa lewat promo tersebut JX Indonesia berkomitmen kuat untuk menjadi #temanonlineseller dalam mendukung para pebisnis online, terutama para pegiat UKM-UMKM. Jika harus disebutkan, setidaknya ada beberapa kelebihan JX Indonesia sebagai mitra sukses para online seller masa kini.

Pertama, layanan istimewa

System support JX Indonesia meliputi website dan aplikasi tracking untuk customer yang dapat diunduh di PlayStore dan Apple Store, seller dashboard untuk seller yang sudah menjadi klien JX Indonesia dalam keperluan operasional pengiriman seperti pick-up request, dan aplikasi khusus kurir.

Distribution Center (DC) JX Indonesia berada di beberapa kota besar, di antaranya di Jakarta (berlokasi di Kawasan Industri Marunda), Semarang, Surabaya, Makassar,  Pontianak, dan Medan.

Tingkat kesuksesan pengiriman intracity (Jabodetabek) JX Indonesia mencapai 96% dan intercity (luar kota) mencapai 87%. 

Alasan kedua, JX Indonesia dibawahi oleh JD.ID dan Gojek.

Prestise dan kesuksesan dua perusahaan besar itu menjadi jaminan dan keamanan bagi kita untuk melakukan pengiriman ke mana pun. Sebagai startup teknologi yang hebat, JX Indonesia akan menerapkan standar pelayanan berkualitas tinggi. 

Ketiga, melayani berbagai tipe pengiriman

Baik bisnis kita termasuk B2B atau tidak, JX Indonesia bisa melayaninya. Kiriman dalam jumlah besar seperti kargo bisa diakomodasi, mau pengiriman last mile atau cross border last mile juga ada.

Keempat, area jangkauan luas

Dengan promo menarik dan jangkauan area yang luas, saatnya kalian para pebisnis online dan siapa pun yang menjadi online seller untuk melirik JX Indonesia sebagai mitra sukses dalam usaha di masa kini. Pastikan follow akun Instagram mereka di @jx.indonesia dan lihat betapa berbisnis online bisa sangat mudah dan menguntungkan. 

Share:

Mengenal Hastira Soekardi, Perempuan Produktif di Balik Circle of Happiness

SIANG ITU tak terlalu terik, matahari sepertinya ingin memanjakan warga Cirebon--setidaknya itu yang saya rasakan begitu langkah kaki meninggalkan area Keraton Kasepuhan. Walau belum puas berkeliling, tapi sudah saatnya beranjak keluar sebab waktu makan siang semakin dekat. Untunglah hari itu saya ditemani seorang sahabat bloger asli Cirebon yakni Hastira Soekardi yang akrab saya panggil Mbak Tira. Jadi waktu tidak berjalan monoton atau membosankan.

Hastira Soekardi, dekat dengan anak dan peduli pada pendidikan karakter.

Dari keraton kami beralih ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang lokasinya masih dalam satu kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon. Tak heran jika desain bangunan seperti gerbang atau arsitektur masjid masih kental dengan nuansa kekeratonan. Warna gerbangnya merah, tak jauh dengan Masjid Merah Panjunan yang juga bernilai sejarah.

Gerbang Masjid Sang Cipta Rasa, Cirebon  

Sejak kopdar Desember 2018 itu, saya semakin sering mengikuti sepak terjang Mbak Tira, baik lewat blog maupun akun Instagram. Memang, di usia paruh baya dia ternyata punya segudang kesibukan. Bukan hanya mengampu beberapa blog aktif, tapi juga konsisten mengelola komunitas bernama Circle of Happiness (CoH). Saya pun tergerak untuk mengulik sosoknya untuk diangkat sebagai orang yang berani mengambil aksi, tanpa basa-basi atau mengobral janji, tepat seperti spirit blog ini yakni mengapresiasi people who do sebagaimana tecermin dalam nama domain, hudu.

  

Lingkaran kegembiraan untuk generasi masa depan

Dalam wawancara melalui WhatsApp, Mbak Tira menuturkan Circle of Happiness adalah komunitas yang diramaikan oleh anak-anak usia 3 - 6 SD. Dinamakan circle of happiness atau lingkaran kegembiraan karena ingin selalu menjadi media aktif untuk menebarkan kebahagiaan bagi anak-anak. Nah, untuk membantu saya memahami cita-cita CoH, dia pun mengirimkan logo komunitas ini.


 

"Jadi itu logo dari Circle of Happiness. Bentuk lingkaran artinya kegiatan akan selalu terus (dilakukan). Warna biru melambangkan keceriaan. Anak-anak bergandengan tangan artinya saling bersatu dalam perbedaan, kerja sama. Anak-anak tertawa, (berarti) kegiatan harus bikin anak gembira."

CoH dibentuk tanggal 29 Agustus 2015 oleh tiga orang, yakni Mbak Tira dan dua orang relawan yang ia kenal dari Kelas Inspirasi. Seiring berjalannya waktu, dua orang rekannya mengundurkan diri karena kesibukan masing-masing. Akhirnya Mbak Tira mengelola sendiri, dibantu oleh suami tercinta yang belum lama ini pensiun dini dari tempatnya bekerja. 

Berkreasi dalam seni bukan hanya mengekspresikan keindahan, tapi juga melatih kelembutan hati.

Circle of Happiness (COH) didirikan dengan maksud mendukung pembentukan karakter anak lewat berbagai kegiatan positif seperti memasak, kesenian, crafting, lingkungan, literasi, dongeng, pertunjukan, dan bahkan traveling. Saat berkegiatan di luar itulah Mbak Tira merasa perlu dibantu oleh relawan sebab ia tak mungkin meng-handle semuanya sendirian.

Akan tetapi, CoH juga mendukung kegiatan-kegiatan lainnya termasuk kegiatan akademik karena kegiatan mereka selalu diadakan pada hari Minggu mulai jam 9 pagi sampai jam 12 siang. Dengan demikian, jam belajar anak-anak di sekolah atau di rumah tak akan terganggu.

Pentingnya pendidikan karakter

Ketika saya tanya faktor apa yang melatarbelakangi dirinya membentuk CoH, ia mengaku terkesan dengan pengalaman selama masih mengajar di sebuah SMA Katolik. Pembelajaran di sekolah itu sangat mengesankan karena harus memuat pembentukan karakter. Ia menyadari bahwa pembentukan karakter ternyata sangat diutamakan di sana. Ketika ia memutuskan berhenti mengajar, ia lantas tergerak untuk bisa terus mengajar lewat komunitas CoH. 

Ia memilih mendirikan komunitas untuk anak berkat pengalaman mengikuti Kelas Inspirasi yang memang melibatkan banyak anak sekolah dasar. Ia percaya bahwa anak-anak akan lebih mumpuni jika pembentukan karakter dilakukan sejak dini. Itulah tujuan CoH akhirnya yakni ingin membentuk karakter anak lewat berbagai kegiatan kreatif dan positif sebagai bekal masa depan, termasuk life skill  seperti memasak.

Memasak bukan monopoli kaum putri, anak putra pun harus menguasainya.

Respons terhadap kegiatan Circle of Happiness 

Bagaimana dengan respons orangtua wali yang anak-anaknya ikut kegiatan CoH? Mbak Tira menjelaskan bahwa secara umum tanggapannya sangat positif. Dia sengaja memilih Desa Nanggela yang terletak di Kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan karena ia memiliki rumah istirahat di sana yang kini disulap sebagai rumah kegiatan setiap pekan. Walau berukuran kecil dengan tipe 36, rumah itu masih bisa menampung 30 anak. Namun sejak pandemi jumlahnya dikurangi menjadi 16 anak demi menjaga jarak dan tentu saja tetap mematuhi anjuran protokol kesehatan. 

Kebanyakan orangtua anak yang belajar di CoH bekerja di luar kota, seperti Jakarta, Bekasi, atau Cikarang. Anak-anak biasanya hidup dalam pengawasan nenek atau paman mereka. Kondisi tersebut menciptakan masalah tersendiri sebab mereka jadi kurang dekat dengan orangtua kandung sehingga masalah pendidikan sangat kurang. "Dan menangani anak-anak yang seperti ini sulit karena mereka tak terbiasa tertib," tutur Mbak Tira serius. 

Anak-anak CoH tengah melakukan eksperimen ilmiah. 

Akhirnya banyak dari mereka yang tidak bertahan dalam CoH alias memilih keluar. Adapun anak-anak yang bertahan adalah anak-anak yang orangtuanya ada di rumah. Mereka merespons dengan sangat positif karena mereka memahami manfaat setiap kegiatan untuk anak-anak mereka. Mbak Tira menyayangkan karena justru anak-anak para pendatang yang lebih antusias mengikuti kegiatan lantaran mendapat dukungan penuh dari orangtua mereka. Miris dan sedih sebab awalnya ia menggagas kegiatan CoH untuk penduduk asli tapi kenyataannya pendatanglah yang malah lebih responsif. 

Kendala bukan seputar dana 

Kendala yang dihadapi CoH bukanlah soal biaya atau dana, melainkan sarana dan prasarana. "Misal saat kelas masak, mau tak mau pinjam garasi rumah tetangga. Belum kalau dibagi 4 kelompok, pinjam garasi orang atau rumah yang masih kosong. Ada beberapa orang yang kurang suka ada kegiatan ini sehingga banyak hal negatif yang ditujukan pada CoH." Penuturan Mbak Tira itu membuat saya terhenyak karena heran kenapa ada yang sewot dengan gerakan positif seperti CoH. 

Ketidaksukaan sejumlah orang terhadap CoH dipicu oleh sebuah insiden. Ada seorang anak yang ditegur karena ia membuat kegiatan kacau ketika sesi belajar di CoH berlangsung. Rupanya ia tak terima dan melaporakan kejadian itu kepada orangtuanya yang kebetulan menjabat sebagai kepala dusun. Dari situ menyebarlah hoaks yang intinya menjelekkan komunitas CoH. 

"Tapi ya aku biarkan saja, toh nanti bakal terlihat mana yang benar atau salah." Imbasnya, ada sejumlah anak yang tidak lagi mau belajar di CoH akibat hasutan yang beredar.

Bagaimana dengan respons pemerintah setempat dan guru-guru di sekeliling? "Sangat kurang," jawabnya singkat. "Jadi seperti berjalan sendiri," imbuhnya yang mengingatkan saya dan istri saat mengelola Saung Literasi di rumah kami dengan dukungan yang minim. Dia menceritakan bahwa  suatu hari CoH ingin melaksanakan gerakan pungut sampah di alun-alun Mandirancan dan mengajak masyarakat sekitar. Namun saat mengajukan izin ke pihak kecamatan, CoH malah dianggap meminta dana. Akhirnya kegiatan pungut sampah tetap dilaksanakan meski tanpa dukungan. 

Itulah sebabnya sampai saat ini setiap kegiatan dilakukan atas swadaya Mbak Tira. Kadang ada yang bersedia mengulurkan donasi tapi tidak sering. Mbak Tira mengaku ia tidak pernah menyebarkan permintaan dana karena kegiatan menyesuaikan kemampuan dana yang mereka miliki.  


Ingin perkenalkan dunia blogging

Ke depan Mbak Tira ingin agar anak-anak CoH mengenal kegiatan IT dan itu menuntut pemasangan jaringan Internet. Anak-anak CoH perlu diperkenalkan pada blog dan potensinya yang besar. Melihat rentang usia anak-anak yang aktif dalam CoH, mereka termasuk generasi Z yang memang sangat akrab dengan teknologi. Maka rencana Mbak Tira sangat relevan untuk membekali mereka dengan pengetahuan memadai agar tak tersesat di belantara maya yang sarat hoaks dan bahaya. 

"Harapan muluknya (bisa) punya tempat kegiatan yang luas, ada tempat kegiatannya, ada perpustakaan, ruang masak, ada ruang komputernya. Kalau enggak bisa ya CoH tetap eksis dengan segala kelebihan dan kekurangannya." Begitu pungkas Mbak Tira yang juga aktif mengajar cooking class di Yayasan Griya Kriya untuk teman-teman berkebutuhan khusus. Produktivitasnya terbukti karena selain anak-anak CoH, para ibu wali murid CoH juga mendapat pelajaran merajut agar mereka sama-sama berkembang seiring anak-anak yang terus belajar.

Untaian Kata Anak Desa Nanggela, kumpulan puisi anak-anak Circle of Happiness 

Semangat Mbak Tira juga terlihat dari diterbitkannya buku kumpulan puisi karya anak-anak CoH yang terhimpun dalam buku berjudul Untaian Kata Anak Desa Nanggela. Buku yang terbit tahun 2020 ini berisi ungkapan tulus anak-anak tentang pandemi, kelestarian alam, dan banyak hal yang dekat dengan kehidupan mereka.

Tentang Hastira Soekardi

Lahir dan besar di kota Bandung, Hastira Soekardi sudah diperkenalkan oleh orangtuanya pada buku sejak kecil sehingga tak heran jika hobi pertamanya adalah membaca. Minatnya pada dunia tulis-menulis tumbuh karena sewaktu aktif sebagai guru ia mendapat tugas mengampu ekstrakurikuler kreatif, salah satunya literasi. Untuk bisa memberi contoh pada siswa, maka ia pun belajar autodidak, lalu ikut beberapa lomba menulis yang kadang pesertanya anak sekolah, tapi itu malah menjadi media berlatih yang membuat kegiatan menulis sebagai kebiasaan. 

Hastira Soekardi, aktif dan produktif dalam banyak kegiatan.

Sudah banyak antologi yang ia hasilkan, baik berupa kumpulan puisi maupun cerpen. Novel pun pernah ia tulis, salah satunya fiksi anak tentang kisah detektif. Setelah tidak aktif mengajar di sekolah, ia mulai mengembangkan hobi crafting, salah satunya merajut yang juga ia bagikan kepada ibu-ibu anak di CoH. Kegiatan lain selain mengajar adalah berkebun. Ia meyakini bahwa mengajar akan terus menjadi prioritasnya, bukan hanya di komunitas CoH tapi di mana saja yang sekiranya membutuhkan kemampuannya.

Buku anak karya Hastira Soekardi yang diterbitkan Mizan (gambar: dokumentasi perpusnas)

Itulah profil Hastira Soekardi yang sangat inspiratif, hudu lovers. Selain sebagai ibu rumah tangga, ia  juga produktif sebagai seorang penulis, pegiat literasi, relawan sosial, dan bloger, juga Youtuber. Apakah Anda mengenal sosok lain seperti Mbak Tira di sekitar kita? Coba tuliskan di kolom komentar. Siapa tahu profilnya bisa ditampilkan di blog ini pada kesempatan berikutnya.
Share:

Mengenal Keindahan Sarung Tentrem, Sarung Batik Khas Pekalongan yang Kekinian

Sarung Tentrem? Sobat doers tidak salah baca. Begitulah nama yang diadopsi sebagai jenama atau brand sarung unik produksi Pekalongan yang selama ini dikenal sebagai salah satu Kota Batik di Indonesia. Keunikan Sarung Tentrem bukan hanya lantaran corak batik yang diusungnya, tetapi juga sebab dirintis selama wabah berlangsung. Ini pertanda bahwa optimisme di tengah wabah sebenarnya membuncah di mana-mana, terutama di daerah. Potensi produk-produk lokal ternyata masih besar walau pasar dunia terpengaruh cukup parah oleh pandemi berskala global.

Peluang itulah yang ditangkap oleh Edo, pemuda asal Pekalongan yang menggawangi Sarung Tentrem. Di saat pandemi, dia malah merintis usaha dengan semangat menyala. Dia yakin UMKM bisa survive selama punya keunikan dan ciri khas tersendiri. Seperti Sarung Tentrem yang ia kelola saat ini. Meskipun baru berjalan sekitar 6 bulan, usahanya terbilang eksis dan mendapat respons luar biasa dari konsumen.

Sarung Tentrem, pelopor sarung batik modern handmade Indonesia 


Merawat khazanah lokal

Berawal dari keprihatinannya terhadap banyaknya pengrajin batik cap yang kehilangan pekerjaan di tempat tinggalnya, lelaki bernama M. Eddy Firdaus ini pun tergerak untuk memberdayakan keterampilan mereka agar dapat mendatangkan penghasilan. Selain meraup keuntungan, tujuan yang tak kalah penting didirikannya usaha Sarung Tentrem adalah semangat untuk merawat tradisi yakni mempertahankan khazanah batik khas Pekalongan yang sudah turun-temurun sebagai budaya adiluhung.

Membidik konsumen pada segmen menengah ke atas, sarung batik yang diusungnya ternyata meraup perhatian di kalangan pencinta batik, terutama kaum lelaki sebagai target pasar. Dengan mengandalkan teknik pengerjaan cap, Sarung Tentrem tetap mengedepankan added value dalam produknya sebab optimistis ada pasar besar yang bisa disasar. 


Nilai plus atau keunggulan Sarung Tentrem dibanding sarung batik kebanyakan adalah dihilangkannya pola sorot atau pola tengah yang biasa kita jumpai pada sarung kompetitor. Walhasil, ketiadaan pola sorot itu menjadikan desain batik pada sarung Tentrem lebih fleksibel dan lebih segar. Berbekal material sarung yang bermutu dan corak yang dinamis, Edo berharap bisa merangkul pasar yang lebih luas, bukan orang Jawa semata. Dengan kata lain, sarung bisa dipakai oleh pria mana pun tanpa memandang ras, budaya, dan agama mereka.  

Keunikan lain sarung batik milik Edo adalah ukuran kain yang lebih lebar dibanding sarung batik pada umumnya. Kelonggaran ukuran ini membuat sarungnya ideal untuk dipakai dalam berbagai suasana dan kebutuhan. Jika kaum wanita selama ini dimanjakan dengan daster batik, maka sarung batik Tentrem dapat diandalkan oleh kaum pria untuk kondisi apa pun; suasana santai atau acara resmi tak masalah, dan bahkan dalam upacara keagamaan pun sarung ini nyaman digunakan.   

“Untuk respon alhamdullillah, Mas, pada masa pandemi ini kami juga dapat eksis. Mungkin karena desain sarung kami yang beda,” ujar Edo dalam wawancara melalui WhatsApp. Boleh dibilang Sarung Tentrem menjadi pelopor sarung batik modern handmade Indonesia karena batik capnya masih dikerjakan secara manual, bukan dengan mesin otomatis pabrikan. 

Lewat produk berlabel Sarung Tentrem bertekad untuk dapat mempertahankan budaya sarung, dengan menanamkan identifikasi yang berbeda dari produk sarung lainnya sebagai inovasi dalam kompetisi pasar sarung secara umum.

Sampai ke Singapura

Bagaimana dengan serapan pasar? Walau belum genap setahun bisnisnya beroperasi, ia menuturkan bahwa konsumennya sebagian besar berasal dari kalangan menengah ke atas dan didominasi oleh konsumen lokal dari Pekalongan. Akan tetapi, kota-kota lain di Indonesia dan bahkan mancanegara, seperti Malaysia dan Singapura pun mulai menyerap produknya. 

Bahan dan motif Sarung Tentrem sangat bagus sehingga layak dipinang. dipilih

Antusiasme pembeli Sarung Tentrem memang bisa diprediksi sebab mutu bahan dan desainnya yang bagus. Apalagi Edo membentuk beberapa tim yang mencakup tim branding, tim marketing, dan tim content creator untuk mendukung kelancaran usahanya. Di bawah kepemimpinan Edo, seluruh tim bekerja dengan solid sebagai satu kesatuan. 

“Semuanya warga lokal, dan sangat antusias.”--Edo

Tim yang ia bentuk semuanya berasal dari warga lokal sehingga terjadi pemberdayaan sosial yang positif. Semuanya antusias karena menyadari bahwa Pekalongan masih punya kekayaan lokal lain yang bisa mereka eksplorasi lebih jauh untuk kemudian dikemas sebagai produk potensial di pasar nasional ataupun global.

Keluwesan desain membuat Sarung Tentrem tampil unik untuk segala situasi.
 

Berkah dunia digital

Memulai usaha saat dunia dilanda wabah ternyata punya kisah tersendiri. Berkat digital marketing yang kini marak dan menjadi tren positif penjualan produk, baik barang ataupun jasa, penjualan Sarung Tentrem terbukti cukup efisien secara online yang mencapai 90% dari total sales. Sekitar 70% dari angka itu disumbang oleh transaksi melalui website resminya di sarungtentrem.com. Ini sungguh berkah kecanggihan teknologi informasi saat semuanya serbaterkoneksi di era IoT atau Internet of Things.

Transaksi digital begitu dominan dengan sejumlah alasan. Pertama, prosesnya cepat dan praktis. Tanpa harus meninggalkan rumah, apalagi saat pandemi, kita bisa melakukan transaksi lewat smartphone atau laptop. Dengan beberapa kali tekan, transaksi beres dan barang akan dikirim ke alamat kita. Tanpa harus berpanas ria untuk menawar atau mengunjungi gerainya secara offline. Apalagi Sarung Tentrem menawarkan teknik pembayaran yang cukup lengkap, mulai dari transfer ke rekening bank, lewat kartu kredit, dompet digital (e-wallet), dan gerai minimarket. 

Berbagai kemudahan itu semakin mendongkrak penjualan karena konsumen jadi tak ragu bertransaksi. Ditambah tim marketing yang gencar merambah di media sosial setiap hari, lewat copywriting yang jitu dan promosi yang selektif, maka Sarung Tentrem makin dekat kepada konsumen lewat gawai mereka.

Desain dan corak Sarung Tentrem sangat khas, tidak kaku dan memikat.

Berbasis kemandirian

Sejauh ini Edo dan timnya masih mengandalkan pembiayaan mandiri alias swadaya lantaran setiap ide dieksekusi step by step dengan melibatkan tim produksi dan tim marketing agar keduanya sinkron dalam mengejawentahkan value produk. Yang menjadi fokusnya adalah bagaimana agar SDM pengrajin ditingkatkan agar dapat mengimbangi melonjaknya permintaan atas produk yang bermutu mengingat sarung ini dikerjakan secara handmade yang membutuhkan ketelatenan dan dedikasi. 

Dari Edo kita belajar bahwa membangun bisnis tak harus menunggu semuanya ideal dan serbamapan. Sarung Tentrem justru tumbuh di saat dunia dilanda pandemi. Kuncinya adalah menangkap peluang lalu melahirkan produk dengan sentuhan kreativitas seperti sarung batik yang unik dengan mengoptimalkan khazanah budaya lokal.

Ingin memiliki sarung batik yang indah dan khas Pekalongan agar tampil kekinian? Silakan mengunjungi situs resmi atau akun Instagram-nya. Sebagai pelopor sarung batik modern handmade Indonesia, tak berlebihan jika sarung ini terus mendapat tempat di hati penggemar sarung di Indonesia.  

Share:

Sample Text

Copyright © biografi seorang pelupa | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com