Technology

3/Technology/post-list

I’m Fasting This Ramadan, A Fun Way to Learn Fasting

Taking kids to be fasting can be very challenging. While it is no easy task to tell them the fundamental nature of fasting, it will be even more taxing when they demand earlier break-fast (iftar) several times before due time. It is not a surprise though as to them fasting means abstaining only from hunger and thirst unlike adults who go deeper in essence. Their initial phase of fasting will likely be determined by what to eat as soon as iftar is allowed.

Are there any effective ways to teach children to fast for the first time knowing that fasting is not yet an obligation for them? How do we make them understand the importance of fasting as early as they can? One of the best ways is perhaps by reading a book that recounts a fun activity while fasting. It is what I learn from I’m Fasting This Ramadan, a book by Zeneefa Zaneer that captures Sakeena’s first day of fasting in Ramadan.

Add caption

Authentic and captivating

Written by a Sri Lankan author whose passion for love and family relationship are reflected in her books, I’m Fasting This Ramadan is interesting in some ways. The characters in the book appear very natural especially Sakeena who demonstrates astuteness and spontaneity. Narrated from the girl’s point of view, the book unequivocally follows her little adventure, including the temptation to break her fasting on the very first day she started. Sakeena responded to her experience very authentically, a typical reaction any kids would show.

The colorful illustrations in the entire book make it easier for young readers to understand why fasting during Ramadhan really matters. The scratch and the color chosen by a 12-year-old Afra Anas cast the pictures vividly alive, as if imprinting how Sakeena felt as well as the magnitude of support her family gave her to fast. Young readers and kids alike will enjoy turning every page of the book in order to not only discover the candid images but also find out how the story evolves.

Spit the greed

In addition to teaching children to start fasting with fun, the book furtively instills the spirit of sharing into their minds to do good and generous to the needy and those less unfortunate. While Ramadan is the month when believers genuinely thank God by fasting, it is also the right moment to refrain from greed. Sakeena once argued over her mom’s decision to share gift by saying, “Why?” I was not happy. I was hungry. The sentence clearly portrays voracity of kids and even of adults who are about to break their fast out of greed to exclude everyone else in their own excitement.


Priceless investment

Fueled by love and compassion, the book is relatively rich in Sri Lankan cultures as shown by the flaky tuna samosa and the energizing Faluda syrup. Apart from praying in the mosque, the aroma of kanji has seemed to draw near and will tickle readers’ appetite to distinguish the menu or snacks during Ramadan in their homeland.

The book is a gripping read and comes with luxury paper that will make a precious collection for any families. Parents and children may be engaged in valuable time when reading this book together. While bonding can be established, parents will have the opportunity to introduce good values to their children to fortify love and benevolence. For nonnative English speaking countries, the book may be used to help learn English in an amusing way. The glossary at the end of the book provides important vocabularies in terms of Ramadan and those related to local culture.

As two boys of mine have benefited from reading this book, I’m certain your kids will too. Grab the book at your earliest convenience on Amazon or by contacting the author.

About the book

Title: I’m Fasting This Ramadan

Author: Zeneefa Zaneer – Afra Anas

Publisher: Think Publishers

Editor: LaYinka Sanni

ISBN: 978-955-99710-4-7


Share:

5 Alasan Mengapa Anak Tak Suka Membaca

Mengapa anak tak suka membaca? Ini pertanyaan penting yang sering diajukan orangtua. Pertanyaan itu muncul lantaran orangtua merasa sudah membelikan banyak buku untuk anak tetapi anak tak terlihat suka membacanya. Tak bisa dimungkiri punya anak  yang hobi membaca memang menyenangkan. Ini terbukti pada kedua anak kami, Duo Xi. Xi sulung mulai tertarik belajar membaca karena sewaktu di Bogor banyak buku bergambar sementara ia tak bisa membacanya. Akhirnya ia minta diajari membaca dan bisa baca bahkan sebelum masuk TK.

Xi bungsu menyusul jejak kakaknya. Tak mau ketinggalan, komik atau buku bergambar ia baca di waktu luang. Bahkan saat sedang makan pun ia sempatkan membaca buku. Apalagi jika buku yang ia baca sangat digemari, misalnya karena memiliki tokoh yang unik atau konyol. Kami membebaskan mereka sebab menyadari betul bahwa banyak sekali manfaat yang dipetik dari akvititas membaca. Bukan hanya menambah pengetahuan dan kosakata baru, membaca buku juga menjadi pengalaman berharga karena anak seolah berpetualang di dunia baru dan mendapatkan hal-hal asing dibanding jika dia sibuk bermain gawai atau gadget.


Masalahnya, mendorong anak agar suka membaca buku bukanlah persoalan mudah. Tak jarang orangtua kelimpungan mencari cara agar anak mereka ketagihan membaca dengan membelikan  buku-buku yang banyak. Saya terpikir bahwa beberapa hal berikut ini boleh jadi penyebab mengapa anak-anak kurang tergerak untuk menikmati bacaan.

1 | Tema tidak menarik

Setiap anak punya preferensi dan minat spesifik terhadap hal tertentu yang boleh jadi berbeda dengan anak lainnya. Anak yang tak mau membaca buku sangat mungkin karena tema atau isi buku belum menarik perhatiannya. Mungkin saja ia penggemar robot sehingga merasa tak menikmati bacaan berbau sains yang mengandung banyak istilah teknis yang membosankan. Boleh jadi ia penyuka dunia fantasi berbau petualangan sehingga akan enggan membaca komik biografi, misalnya. 

2 | Terlalu banyak teks

Anak-anak cenderung menikmati tampilan visual pada buku. Mereka mudah terpikat oleh hal-hal yang secara fisik tampak memukau apalagi dinamis. Bukan hanya anak-anak, orang dewasa pun sebenarnya demikian. Terbukti dengan merebaknya buku mewarnai yang kini digemari pembaca dewasa. Anak-anak menikmati buku dengan halaman-halaman berisi gambar atraktif dan berwarna-warni. Inilah alasannya buku untuk pembaca anak-anak sering disajikan dengan ilustrasi menawan yang membantu menghidupkan imajinasi mereka.

3 | Bahasa rumit

Jika anak belum suka membaca buku, coba periksa jangan-jangan bahasa yang digunakan untuk menyampaikan materi terlalu rumit sehingga sulit mereka pahami. Menulis buku anak jelas bukan pekerjaan mudah. Pada beberapa kasus, buku anak-anak yang ditulis oleh orang dewasa tak jarang bersifat menggurui dengan bahasa yang jauh dari anak-anak. Kalimat-kalimat panjang dan pilihan kata yang kurang akrab bagi anak-anak adalah kendala yang jarang diperhatikan oleh penulis buku anak. Bahasa mudah dan lugas harus hadir dalam buku anak-anak apalagi untuk segmen pembaca belia.

4 | Butuh pendampingan

Anak-anak tertentu kadang merasa lebih nyaman dan menikmati proses membaca ketika ada orangtua atau orang dewasa yang turut mendampingi. Kehadiran orangtua di sisi mereka memberikan sugesti positif bahwa aktivitas mereka direstui. Lebih jauh lagi, mereka bisa bertanya apa saja saat menemukan kesulitan sekaligus mendapatkan kenyamanan karena ia merasa diperhatikan dan disayangi lewat pendampingan tersebut. Jadi tak ada salahnya untuk meluangkan waktu saat anak membaca buku.

5 | Perlunya model

Anak boleh saja lancar membaca dan punya kemampuan memadai untuk memahami berbagai jenis bacaan dengan mudah. Namun itu bukan jaminan ia akan keranjingan membaca selama ia tidak berada dalam lingkungan kondusif yang mendukung hobinya. Agak sulit membayangkan ia akan suka membaca jika orangtuanya lebih sering terlihat asyik mengakses ponsel pintar (smartphone) daripada menikmati bacaan, apalagi mendampingi si anak membaca. Cukup mustahil anak akan larut dalam bacaan jikalau orang dewasa di sekitarnya tampak enggan melakukan hal serupa.
Untuk kasus ini saya teringat pada keluarga besar Helvy Tiana Rosa. Abdurrahman Faiz yang piawai menggubah puisi adalah anak yang sangat suka membaca. Ia terpikat oleh bacaan karena melihat kedua orangtuanya yang tampak keren ke mana-mana membawa buku, terutama di lingkungan rumah. Pemandangan itu menimbulkan impresi positif berarti bagi Faiz sehingga ia mengikuti jejak kedua orangtuanya untuk suka membaca dan mencintai literasi.
Ternyata alasan mengapa anak tak suka membaca buku bisa dicari penyebabnya. Harus berhati-hati untuk melabeli anak pemalas atau bodoh hanya karena ia tak tergugah untuk membaca. Jangan cepat menghakimi anak tak doyan buku sebelum kita menelisik alasan kenapa mereka ogah membaca. Jangan-jangan kita sendiri hanya mengharap dan bermimpi mereka ketagihan membaca tanpa pernah terlibat dalam keasyikan yang sama.

Share:

Sample Text

Copyright © biografi seorang pelupa | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com