Technology

3/Technology/post-list
Showing posts with label banjir. Show all posts
Showing posts with label banjir. Show all posts

Beberapa Alasan Orang Tidak Mengungsi Saat Rumahnya Kebanjiran

Pekan ini menjadi waktu yang berat buat kami sekeluarga. Hujan deras selama tiga hari membuat banjir tak bisa kami hindari. Banjir menjadi hal mengejutkan karena saya yang sejak kecil tinggal di Lamongan tak sekali pun pernah kebanjiran. Apalagi banjir di perumahan kali ini cukup parah: air sampai masuk ke rumah di atas mata kaki orang dewasa kira-kira setinggi 20 cm.

Tahun lalu rumah kami nyaris kebanjiran, air tergenang di jalan depan, tak sampai masuk ke teras. Tahun ini jauh berbeda. Bukan hanya genangan yang lebih dalam, tapi cakupannya begitu luas. Mulai dari teras, ruang tamu dan kamar tidur, hingga kamar mandi dan dapur. Teras diserang air dari arah depan, yang kebanyakan akibat luberan air tambak. Ruang tamu dan kamar tidur kebanjiran karena air merembes dari tepian ubin yang mungkin tak rapat. Sementara dapur terendam akibat tumpahan air dari lubang pembuangan ke selokan.

Banjir tak bisa dihindari, manusia sudah turut lalai.

5 alasan orang tak mengungsi

Karena tak bisa beraktivitas normal, kami pun memutuskan mengungsi ke rumah adik yang juga dihuni ibu. Tempatnya lebh tinggi dan sama sekali belum pernah kebanjiran. Berbeda dengan kecamatan kota yang ternyata langganan banjir. Walaupun kami mengungsi, ada pula sejumlah warga dan tetangga yang memilih bertahan di perumahan dengan berbagai alasan.

1 | Tak ada tempat lain

Sebagian tidak mengungsi karena mereka tak punya pilihan lagi selain bertahan di rumahnya yang kebanjiran. Mungkin orangtuanya jauh, atau tak mungkin pindah ke penginapan karena faktor biaya. Akhirnya mereka memilih berdiam di blok rumah masing-masing dengan membentuk posko di rumah yang tidak kemasukan air.

2 | Menikmati kebersamaan

Alasan lain mengapa orang tidak mengungsi walaupun rumahnya kebanjiran adalah ingin menikmati momen kebersamaan bersama tetangga. Itulah yang saya tangkap dari sekilas pandang saat mengevakuasi barang kemarin siang. Kapan lagi mereka bisa melewati masa berharga dengan memasak bersama dan tinggal begitu berdekatan.

Sayangnya, ini malah bertentangan dengan larangan physical distancing yang digencarkan pemerintah akibat wabah corona yang tengah mendera. Bukan hanya potensi wabah yang mengintai, tetapi ancaman penyakit lain juga ada. Gatal-gatal adalah problem utama. Belum lagi masalah medis akibat sanitasi yang tidak steril. Lebih-lebih jika ada penghuni balita atau manula, bahayanyaa bisa berlipat ganda.

3 | Menjaga barang

“Saya dan istri tidur di sini khawatir kalau-kalau air datang jadi nanti kami bisa urus barang,” ujar seorang tetangga kemarin. Anak balitanya sudah diungsikan ke rumah orangtua mereka. Walaupun saya memahami bahwa kehilangan barang itu berat, tapi membayangkan terbatasnya aktivitas akibat kepungan banjir jauh lebih sulit.

Kalau boleh jujur, langkah hebat seperti apa yang bisa dilakukan saat banjir bandang datang misalnya? Ya mungkin saat ada orang jahat yang akan mengangkut barang berharga, kita bisa mencegahnya karena ada yang menjaga di rumah itu.

4 | Repot evakuasi

Kepungan banjir di perumahan kami memang terbilang parah. Air di jalanan bervariasi tingginya, rata-rata setinggi lutut hingga pangkal paha. Menurut saya yang belum pernah kebanjiran, sungguh merepotkan. Nah, inilah alasan orang tak mau mengungsi. Seperti tetangga kami yang lain. Mereka enggan mengevakuasi diri karena terbayang repotnya membawa barang.

Tentunya barang tak perlu dibawa semua. Pilih saja barang yang benar-benar penting untuk diselamatkan. Sisanya yang terlalu berat dan tak mungkin dibawa saat menembus banjir ditinggal saja. Ya pasrah sama Tuhan akan diapakan, sambil menanti perkembangan berikutnya. Itulah yang kami lakukan akhirnya. Barang-barang kami masukkan ke dalam container plastik besar lalu didorong oleh anak-anak karena container itu mengapung di permukaan air.

Memang harus berkorban karena kami harus berjalan kaki dari rumah menuju pos satpam yang tidak kebanjiran. Cukup menantanga karena genangan air semakin dalam. Kendaraan rodaa dua atau empat tak bisa jalan, jadi harus ditinggal. Demi bisa beraktivitas normal, terutama menggunakan kamar mandi dan masak, kami pun menempuh jalan berat itu. Perjalanan kira-kira sejauh 1 kilometer.

5 | Yakin banjir segera surut

Beberapa orang meyakini banjir akan segera surut sehingga mereka bertahan di rumah yang kebanjiran. Banjir di kota kami konon sudah biasa, tapi tidak bagi kami yang belasan tahun tak pernah kebanjiran di Bogor. Lamongan bagian kota memang lumrah diserang banjir, tapi tentunya ada solusi yang bisa digagas kan? Tapi entah apa itu.

Semoga banjir segera surut dan hujan sementara ditahan untuk tidak turun lagi. Kalaupun turun ya jangan terlalu deras, hehe. Ini sungguh manusiawi, permintaan macam-macam seolah mengatur Tuhan demi kepentingan duniawi padahal kepentingan akhirat sering dilalaikan, bahkan secara sengaja atau malah dinikmati. 

Pelajaran berharga dari banjir: alam sudah lelah dizalimi manusia, manusia harus belajar merelakan yang dicintainya. Terlalu banyak manusia meminta tetapi enggan membalas kebaikan kepada alam dengan menjaga kesimbangannya. Sudah saatnya manusia kembali tersungkur, mengakui kebodohan dan keterbatasan dengan memperbaiki perilaku. 

Share:

Sample Text

Copyright © biografi seorang pelupa | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com