Technology

3/Technology/post-list
Showing posts with label bahasa jawa. Show all posts
Showing posts with label bahasa jawa. Show all posts

Dipangku, Maka Mati; Menaklukkan Ujian dengan Penerimaan

Pandemi telah berlangsung sekitar dua tahun. Meskipun datangnya tak diantisipasi, pandemi nyatanya malah membuka banyak peluang bagi manusia modern. Memang situasi tidak mudah, tapi bukan berarti wabah datang tanpa berkah. Terbukti inovasi bidang kedokteran malah seolah menemukan momentum. Selain itu, orang dari seluruh dunia jadi bersatu melawan virus berbahaya dengan mengabaikan keyakinan dan suku bangsa.

Memang tak bisa dimungkiri menghadapi pandemi bukan perkara mudah. Pun keluar dari pandemi bisa jadi lebih sulit lagi, atau bahkan mustahil sebab kita konon dianjurkan untuk berdamai dengan pandemi mengingat virus ini tak bisa musnah sama sekali. Namun manusia dibekali dengan banyak peranti untuk bisa mengatasi berbagai situasi, mulai dari yang gampang hingga yang berpotensi bikin runyam. Ada akal dan budi sebagai bekal, ada  agama dan budaya yang menjadi tameng untuk mendobrak berbagai keterbatasan atau kebuntuan.

Dipangku, bakal mati: spirit orang Jawa

Salah satu cara menghadapi pandemi adalah dengan melirik semangat lokalitas yang tecermin dalam kekayaan bahasa daerah. Orang Jawa telah lama memanfaatkan bahasa mereka sebagai sumber pencerahan dan wawasan untuk menangkal atau berdamai dengan keadaan. Salah satu aturan mudah dalam penulisan aksara Jawa adalah pembubuhan huruf pagkon di akhir kalimat untuk mematikan fonem akhir.

Huruf pangkon menyerupai angka dua terbalik jika ditulis dengan tangan. Huruf ini selalu dipakai di akhir kalimat untuk menghentikan fonem menjadi tak berbunyi. Misalnya jika ada 'murah' di akhir kalimat, maka kita menulis mu-ra-ha dengan diikuti pangkon agar berbunyi murah yakni fonem ha di akhir jadi tidak berbunyi lagi. 


Menariknya, pangkon tidak boleh dipakai di tengah kalimat walaupun kata itu menghendaki fungsi yang sama, alias dimatikan. Misalnya "murah banget" tidak boleh pakai pangkon untuk mematikan ha, melainkan harus menggunakan sandangan huruf ba. Secar mendetail akan saya bahas pada kesempatan lainnya.

Sebagai gantinya, mari kita lihat contoh yang tertera pada gambar di atas. Ada frasa "sinau sing sregep" yang berarti 'belajar yang rajin'. Jika tak menggunakan huruf pangkon di akhir, maka kalimat itu akan berbunyi:


sinau sing sregepa


Karena mendapat hambatan dari huruf pangkon, maka pa menjadi p alias mati. Dari aturan inilah orang Jawa punya kepercayaan diri dan value untuk berdamai dengan keadaan sesulit apa pun, yaitu bahwa tantangan apa pun yang datang akan bisa ditaklukkan jika kita memangkunya. Memangku berarti menerima keadaan dan mencari solusi, bukan mengutuk apalagi saling menyalahkan.

Memangku masalah berarti mendudukkan masalah secara proporsional, bukan sibuk memikirkannya dengan perasaan kalut. Ketika masalah kita pangku, maka kita menerimanya sebagai bagian dari ujian dari Tuhan untuk menempa dan mendewasakan diri, agar kita bisa naik kelas lewat tantangan yang sebenarnya membawa peluang.

Tugas kitalah menemukan celah atau peluang itu, lalu mengubahkan menjadi hal positif untuk membuat hidup kita menjadi lebih baik. Alih-alih self-denial alias penyangkalan, bukanlah lebih menerima sehingga kita cepat mengupayakan jalan keluar sebuah masalah? 

Kondisi pascapandemi memang sangat menantang, terutama sektor ekonomi. Namun kini aktivitas ekonomi terlihat bergairah lagi. Pasar-pasar ramai meskipun daya beli belum sepenuhnya pulih. Malah di tengah ancaman resesi dunia, pasar properti tetap menunjukkan tren positif karena kebutuhan akan rumah atau apartemen masih tinggi.

Harapan kita bersama adalah pascapandemi segala sektor membaik, terutama masa depan negeri ini. Bekerja dan berkolaborasi adalah kunci, bukan melulu berkompetisi. Saatnya membangun dan membantu, bukan menjegal atau menyenggol bahu.

Share:

Sample Text

Copyright © biografi seorang pelupa | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com